Aksi Heroik Petani Garam Sanolo Pada HUT RI ke-74, Meradang Anjloknya Harga Mendapat Tanggapan Kadis Kelautan Perikanan NTB

Mataram,Kabaroposisi--Petani garam di Desa Sanolo,  Kecamatan Bolo,  Kabupaten Bima menggelar aksi protes akibat harga garam yang anjlok tepat di hari Kemerdekaan RI, Sabtu, 17 Agustus 2019. Dalam aksinya para petani itu membagi-bagi garam secara gratis kepada para pengguna jalan yang di jalan lintas Bima - Sumbawa.

Salah seorang petani, Azriansah mengatakan, aksi yang dilakukan pihaknya ini merupakan bentuk protes kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bima dan Pemerintah Provinsi NTB atas anjloknya harga garam,bahkan pada saat itu kehadiran kadis Perikanan tidak membawakan hasil bahkan menolak bertemu Bupati Bima tersebut," Meminta kehadiran Gubernur," pada saat itu.

"Harga garam tahun ini benar-benar anjlok, kami petani garam merasa tercekik dan sangat merugi," ujarnya.

Kata dia, saat ini harga garam hanya Rp5.000 per karung yang ukuran karung 50 kg. Harga itu terlampau murah sekali jika dibanding harga garam tahun lalu yang berkisar Rp20 ribu per karungnya.

 "Tahun ini harga jual garam seolah tidak bernilai. Harganya sangat murah," katanya.

Ia berharap, pemerintah daerah peduli melihat kondisi para petani garam saat ini. Diakuinya, jika aksi ini tidak diindahkan oleh pemerintah, pihaknya akan menggelar aksi demonstrasi lajutan.

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTB Ir. Lalu Hamdi, M.Si mengatakan, pihaknya akan memfasilitasi pertemuan antara petambak garam dengan pembeli dari Surabaya.

Dijelaskannya, industrialisasi garam NTB yang lokomotifnya di Kabupaten Bima (Minapolitan Bima) telah menjadi komoditas unggulan dan juga menjadi prioritas Pemprov NTB saat ini. Dalam mewujudkannya, saat ini telah terjadi sinergi program dengan Pemerintah Kabupaten Bima dan KKP.

"Pengelolaan garam dalam konsep minapolitan ini adalah pengelolaan dari hulu sampai hilir. Permasalahan yang sering timbul terkait garam di NTB adalah harga rendah dan tidak stabil," jelas dia, Minggu, 18 Agustus 2019.

Menuturnya, penyebabnya adalah kualitas garam saat ini relatif rendah. Dan juga stock garam nasional yang belum memenuhi kualitas dan volume kebutuhan nadional, Maka, program dilakukannya impor garam juga menyebabkan turunnya harga.

"Pemerintah NTB telah merancang industrialisasi garam untuk 5 tahun ke depan. Dan di tahun 2020 sangat diharapkan agar dapat diarahkan untuk memperkuat IKM/UKM pengolah garam dalam menyediakan garam kemasan berstandar guna konsumsi masyarakat NTB dan daerah lainnya," jelasnya.

Kata dia, untuk program inovasi akan dikembangkan aneka olahan garam. Sehingga pasar tidak hanya tergantung pada konsumen di luar daerah nantinya. Sementara itu. volume produk garam saat ini sebenarnya cukup tinggi. Di tahun 2018, di NTB produksinya telah mencapai 296 ribu ton. Untuk itu, Pemprov NTB saat ini sangat komit untuk membangun sarana prasarana pengolahan garam industri untuk memenuhi kebutuhan berbagai pabrik dan industri besar di luar daerah.

Ia menambahkan, kebutuhan garam nasional  saat ini berkisar di angka 4,4 juta ton. Dan produk garam nasional saat ini sekitar 2,4 juta ton. Pada  bagian depan/hulu (tambak), pemerintah terus mengedukasi penerapan teknologi produksi garam. Tujuannya, agar produksi garam rakyat menjadi berkualitas dan layak masuk sebagai syarat untuk dapat dibeli oleh pabrik.

"Pada saat rakor garam tanggal 4 Agustus 2019 di Cirebon yang diinisiasi oleh Kemenko Kemaritiman, kami juga telah usulkan agar diinisiasi sistem logistik garam nasional agar meringankan biaya transport garam. Termasuk garam di NTB yang konsumennya dominan dari luar daerah. Saya juga usulkan agar NTB (Bima) dijadikan klaster lokasi industri garam untuk wilayah Indonesia bagian timur," tandas Kepala DKP NTB itu.(koo4hum)

No comments

Powered by Blogger.