Warga Mbawa Tutup Jalan,Sorot Dugaan Pungli Sertifikat Tanah dan Transparansi Dana Desa
Bima,KabarOposisi--Warga Desa Mbawa Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima,NTB,melakukan aksi blokade jalan raya oleh Massa Menuntut Penghentian Dugaan Pungutan Liar dan Transparansi Penggunaan Dana Desa, pada Kamis (8/8/19).
Aksi pemblokade jalan ini dilaksanakan ratusan warga Desa Mbawa Kecamatan Donggo Kabupaten Bima memlalui aksi unjuk rasa di depan kantor desa setempat, Kamis (8/8/2019).
Dalam orasinya massa aksi mendesak agar kepala desa menghentikan dugaan pungutan liar (Pungli) yang berkaitan pembuatan sertifikat tanah dan meminta transparansi penggunaan dana desa(DD).
Pada aksi unjuk rasa tersebut massa aksi yang terdiri dari lebih kurang 150 orang menutup ruas jalan di desa setempat. massa meminta agar pemerintah desa segera menerbitkan sertifikat yang diajukan masyarakat setempat.
“Kami aliansi masyarakat Desa Mbawa meminta kepada kepala Desa Mbawa segera mensosialisasikan sertifikat tanah yang diajukan tahun 2018 yang hingga sekarang belum juga keluar,” desa koordinator massa, Fitrah.
Selain itu Pemerintah desa juga harus menghentikan juga dugaan Pungli atas biaya pronag bagi warga yang mengajukan pembuatan sertifikat tanah, dimana setiap warga harus membayar uang administrasi Rp100 ribu," Tandasnya.
“Kami sebagai masyarakat tidak akan tinggal diam dengan adanya oknum yang melakukan pungutan liar yang ada di kantor Desa Mbawa ini. Karena setiap mengurus surat apapun masyarakat harus membayar Rp100 ribu. Oknum tersebut harus dicopot dan harus diproses secara hukum yang berlaku di negara Indonesia,” Desaknya.
Pada kesempatan tersebut tuntutan massa aksi ditanggapi pihak aparat kepolisian dengan menyampaikan penjelasan berkaitan masalah sertifikat tanah. Terkait masalah dugaan Pungli aparat kepolisian akan melaksanakan pendalaman dan penyelidikan sehingga akan diproses secara hukum.
Terkait dengan sertifikat tanah yang dibuat pada 2018 lalu setelah berkonsultasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN/ATR) telah ada dan sudah dapat diambil. Usai mendengarkan penjelasan aparat keamanan, massa kemudian membubarkan diri. (K001)
Aksi pemblokade jalan ini dilaksanakan ratusan warga Desa Mbawa Kecamatan Donggo Kabupaten Bima memlalui aksi unjuk rasa di depan kantor desa setempat, Kamis (8/8/2019).
Dalam orasinya massa aksi mendesak agar kepala desa menghentikan dugaan pungutan liar (Pungli) yang berkaitan pembuatan sertifikat tanah dan meminta transparansi penggunaan dana desa(DD).
Pada aksi unjuk rasa tersebut massa aksi yang terdiri dari lebih kurang 150 orang menutup ruas jalan di desa setempat. massa meminta agar pemerintah desa segera menerbitkan sertifikat yang diajukan masyarakat setempat.
“Kami aliansi masyarakat Desa Mbawa meminta kepada kepala Desa Mbawa segera mensosialisasikan sertifikat tanah yang diajukan tahun 2018 yang hingga sekarang belum juga keluar,” desa koordinator massa, Fitrah.
Selain itu Pemerintah desa juga harus menghentikan juga dugaan Pungli atas biaya pronag bagi warga yang mengajukan pembuatan sertifikat tanah, dimana setiap warga harus membayar uang administrasi Rp100 ribu," Tandasnya.
“Kami sebagai masyarakat tidak akan tinggal diam dengan adanya oknum yang melakukan pungutan liar yang ada di kantor Desa Mbawa ini. Karena setiap mengurus surat apapun masyarakat harus membayar Rp100 ribu. Oknum tersebut harus dicopot dan harus diproses secara hukum yang berlaku di negara Indonesia,” Desaknya.
Kepala Desa Mbawa A. Gani tidak memberikan tanggapan berkaitan tuntutan massa.Setelah tidak memperoleh respon dari pemerintah desa, massa kemudian mengakhiri aksi di depan kantor desa dan menutup ruas jalan penghubung menuju wilayah Kecamatan Bolo menggunakan batu dan barugak. Akibatnya, lalu lintas terganggu.
Pada kesempatan tersebut tuntutan massa aksi ditanggapi pihak aparat kepolisian dengan menyampaikan penjelasan berkaitan masalah sertifikat tanah. Terkait masalah dugaan Pungli aparat kepolisian akan melaksanakan pendalaman dan penyelidikan sehingga akan diproses secara hukum.
Terkait dengan sertifikat tanah yang dibuat pada 2018 lalu setelah berkonsultasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN/ATR) telah ada dan sudah dapat diambil. Usai mendengarkan penjelasan aparat keamanan, massa kemudian membubarkan diri. (K001)
No comments