SIHIR POLITIK IDP

*Ashar S.Yaman.
PA.Gmnl NTB.

BIMA,Kabaroposisi--Siapa menyangka perjalanan nasib anak manusia? awalnya diremehkan, disepelekan kemudian ia tumbuh menjadi satu kekuatan baru, begitu kisah Benazir Butto, Perdana Mentri Pakistan, Perempuan pertama yang menjadi Perdana Mentri disatu negara yang masarakatnya mayoritas Muslim. Awal kehadiran Benazir Butto dalam panggung politik, dicemooh, dihina, tidak boleh perempuan menjadi imam, tidak bisa perempuan menjadi pemimpin negara, apalagi Pakistan menjadi salah satu negara Muslim terbesar dunia, nasib dan takdir anak manusia siapa yang tahu, dalam proses dan dinamika politik yang keras, dalam satu negara yang mengagungkan maskulinete, Pemilu Pakistan 1988 dimenangkan oleh Benazir Butto, dan ia sukses menjadi perdana Mentri perempuan pertama dinegara muslim, meski dalam 20 bulan kemudian ia digulingkan oleh presiden paksistan yang didukung penuh oleh militer.

Begitu pula IDP diawal-awal kehadirannya dipanggung politik daerah, hiruk pikuk wacana, perempuan tidak bisa jadi imam, perempuan tidak bisa jadi pemimpin daerah yang masarakatnya 99% muslim akhirnya terbantah, Pilkada 2014 IDP menang dengan perolehan suara jauh meninggalkan rivalnya yang juga petahana, H.Syafruddin.

Kehadiran IDP dalam panggung politik daerah seolah sihir yang menjadi mantra kaum perempuan lainnya, Ia dihadirkan dalam imajinasi kaum hawa sebagai simbol kebangkitan perempuan (bagi aktivis feminim cukup mengerti soal ini), IDP dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap dominasi maskulin (laki-laki) atas feminim (perempuan) ia dihadirkan dalam imajinasi kaum hawa sebagai mantra yang punya daya magis, begitu dahsyat, menghipnotis pikiran sadar, publik hanyut dalam alam bawah sadar yang begitu sentimentil, Perempuan dan perubahan. 2014 bulan Desember KPUD kab Bima menetapkan Ia sebagai Bupati Bima pemenang pemilu, IDP menjadi Bupati Perempuan Pertama didaerah yang 99% Muslim.

Saya memilih Benazir Butto bukan menyamakan IDP dengan Benazir Butto, tetapi spesifik pada kemampuan kedua tokoh ini dalam melakukan negosiasi politik dan kemampuan mereka mengerahkan semua potensi dirinya sebagai kaum hawa, ketajaman mereka dalam berpolitik, menaklukan lawan-lawan politik seperti sihir yang bisa menghipnotis lawan dan kawan, mereka punya karisma untuk itu, mungkin saja karena latar belakang mereka sama, lahir dari keluarga berpengaruh, Butto di Pakistan, IDP di Dompu.

Hari-hari ini siapa yang bisa membantah, legitimasi IDP sebagai Bupati Bima? Saya sering mengatakan Bahwa IDP lebih cerdas dibanding guru politik sekaligus suaminya (alam.Feri Zulkarnain), tolak ukur dan parameter  kecerdasan IDP terukur, sebagai Bupati Bima ia mampu mengkonsolidasi kekuatan sosial dan masarakat yang bersebrangan dengannya, sebagai Ketua DPD II Golkar ia sukses memimpin Golkar meraih 9 Kursi dalam Pemilu 2019, itu fakta kesukseksan IDP memimpin partai, tetapi apakah kesuksesan ia memimpin partai selaras dengan kesuksesan ia memimpin daerah? kesuksesan seorang pemimpin itu indikator pentingnya berkurangnya kemiskinan dan bertambahnya kesejahteraan rakyat yang ia Pimpin, Kab.Bima. Angka kemiskinan daerah masih tinggi, angka pengangguran masih tinggi, rasio antara output perguruan tinggi dan serapan tenaga kerja yang tidak imbang, capital flying yang masih tinggi, pendapatan masarakat yang masih dibawah pendapatan rata-rata minimum, juga belum teratasi, harga hasil pertanian dan tambak yang tidak berpihak pada petani, juga pekerjaan yang belum dituntaskan oleh IDP dalam hampir 5 tahun ia memimpin Kab.Bima,dengan parameter ini IDP masih belum bisa dibilang sukses memimpin daerah.

Dalam pikiran masarakat tradisional, wibawa dan karisma lebih penting daripada prestasi, IDP sekali lagi saya katakan, ia punya daya pikat, yang mampu menjinakkan lawan-lawan politiknya, ia memiliki kemampuan sugestif, siapapun yang mendengarkannya, atau menatapnya akan tersugesti, ia hadir dalam panggung politik daerah seperti Sihir, yang bisa melumpuhkan logika dan nalar kritis siapapun disekitarnya, masarakat tradisional menganggap prestasi bukanlah satu-satunya alasan pemimpin itu layak dipilih, tetapi lebih pada soal mistis yang sulit dinalar dengan penalaran biasa.

IDP adalah produk pemilu 2014 secara legitimasi ia kuat sebagai Bupati, secara kebudayaan ia diterima semua kalangan dan lapisan, lumrah jika ada penolakan dan resistensi dari kelompok-kelompok kecil dalam masarakat, Pengikut-pengikut tradisionalnya loyal dengan jargon "ikut keluarga istana" sampai mati, adalah lumrah pikiran seperti ini terjadi dalam masarakat tradisional, mereka masih menguasai ruang publik bahkan lebih dari separuh populasi masarakat kabupaten Bima, AU nggahi RUMA.

Adalah fakta sosiologis yang sulit dibantah, jika Sihir IDP ini punya dasar yang kuat, selain karisma dan wibawa keluarga kesultanan, IDP dan Istana punya modal sosial yang cukup besar, saham sosial mereka menyebar di 191 Desa kab.Bima, relasi antara penggarap "Dana Ruma" dengan keluarga istana sulit untuk dijelaskan dengan singkat karena relasi produksi ini punya akar historis yang panjang, penggarap "Dana Ruma" ini loyal sampai mati. Disisi lain ada soal-soal genetik yang tidak mudah diurai, selir-selir raja yang menyebar hampir disemua desa, Anak cucunya masih menjadikan standar darah kerajaan dalam tubuhnya sebagai dasar pembentuk loyalitas, dayang-dayang istana, keluarga para penari, juru masak istana yang dimassa lampau leluhurnya bekerja diistana, entah sebagai bangsawan atau jongos masih mewarisi imajinasi sejarah yang diwarisi turun temurun, Istana adalah keluarga kita, IDP adalah kita, kata KITA menjadi senjata untuk merekatkan imajinasi sejarah dimassa lampau, sambil membayangkan massa depan Birokrasi Pemerintahan  dibawah kendali Keluarga Istana. Sampai disini adalah sangat wajar jika kita bertanya, adakah calon penantang IDP memiliki kualifikasi modal sosial dan politik setara IDP? Maka yang paling logis tokoh-tokoh daerah hanya percayadiri pada posisi Wakil Bupati dan berlomba mendapat telunjuk IDP.

Sihir IDP jatuh telak dihati dan pikiran massa, logika dan nalar kritis mati, semua hanyut dalam proses dan dinamika politik yang tidak seimbang, jurang kelas sosial dan kelas ekonomi yang menganga, jurang strata sosial yang berjarak, warisan mental publik yang terjajah, adalah akumulasi modal IDP untuk memenangkan kembali Kompetisi pilkada 2020, bisakah kita membatah adalah betul, Bahwa saya dan kita semua mewarisi mentah yang terjajah sebagai Warga Kerjaan dimasa lampau, Paternalis dan apa kata Ama.(***)

No comments

Powered by Blogger.