GENERASI: Transformatif!

Fathur, mahasiswa Pascasarjana UNY.

Bima,KABAROPOSISI.Com--Pemuda semakin defisit optimisme. Saling menyindir, menjatuhkan, menyalahkan, dan melempar tanggung jawab. Sebelum ia melaksanakan tugas pencerahan, ia melihat dulu dari warna apa yang dihadapinya, organisasi apa, partai apa, jurusan apa, kampus mana, strata sosial mana di daerahnya, dan sebagainya.

Pemuda seperti inilah yang disebut oleh Ali Syariati al-Basyar, keberadaannya yang tidak memiliki kemampuan untuk berubah, statis, pasif, keberadaannya sebagai seonggok benda yang tak memiliki kesadaran dan kehendak bebas.

Beda dengan al-Insan, manusia yang dalam artian (becoming), keberadaannya memberikan daya, dinamis, semangat juang, mampu bergerak untuk mengubah, memiliki kesadaran akan diri dan realitas sekitarnya dan kehendak bebas dalam menentukan pilihan dalam menyatukan perbedaan.

Untuk mencapai pemuda level Insan, tidaklah mudah. Bekal pembacaan dan kritis terhadap realitas sosial, pengetahuan dan keimanan terhadap nilai profetik. Ia benar-benar merdeka dalam bertindak, menilai sesuatu yang obyektif, bukan hanya kepentingan organisasi mana ia berada, media sosial mana ia bekerja, kampus mana ia besar, partai mana ia mengekor, dsb.

Hal-hal seperti di atas menjadikan manusia bergerak bukan lagi menegakkan kebenaran obyektif, tetapi kepentingan, keuntungan dimana ia berada. Gramchi, filsuf Italia, dalam kemandekan persatuan intelektual, ia membagi dua tipe Intelektual; Intelektual tradisional dan intelektual organik.

Betapa banyak intelektual organic yang kembali menjadi intelektual tradisional, yang jebolan kampus, organisasi pergerakan dan pengkaderan, dsb, kembali mandet dalam kerja-kerja perncerahan, persatuan dalam merobohkan kedzaliman di daerahnya.

Pesimis dalam memperjuangkan nilai keadilan yang dirindukan oleh kampung halamannya. Karena masing-masing membawa kepentingan golongan dimana ia besar, sehingga mudah dipecahkan persatuannya.

Politik pecah bambu “pecah belah, adu domba” mudah saja diobor-obor oleh kaum dzolim, penghisap kekayaan alam, korupsi, tidak menjalankan amanah, yang memiskinkan rakyat, dsb. Ada yang benar-benar ikhlas untuk perubahan dan pula yang kemudian dikecewakan oleh beberapa orang yang main lumpur di belakang panggung, transaksi kertas dan jabatan dikemudian hari. Transaksi seperti ini kemandekan dalam semangat juang menegakan nilai kebenaran.

Insan, seorang intelektual yang tercerahkan seperti yang dicita-citakan oleh seorang martir Iran, Ali Syariati, ia tidak berpikir lagi kepentingan golongan dari mana ia berada, akan tetapi, nilai kebenaran, kesetaraan, dan kemanusiaan yang diutamakan.

Bagi saya tidak menjadi masalah seorang intektual atau beberapa orang aktivis media sosial yang membagi informasi. Ia menyusaikan semangat zaman, dengan membagi informasi ketidak adilan atau permasalahan. Ia menjadi pelaku perubahan sosial dalam mempengaruhi khalayak dalam hal agitasi dan propaganda.

Akan tetapi, lebih paripurna yang ia lakuni bukan hanya di media sosial, di sekitar tempatnya menjadi pelopor penyatuan masyarakat dalam perubahan menjunjung nilai keadilan, kebenaran. Inilah tipekal Insan yang dicita-citakan oleh Ali Syariati, Calon Pemimpin yang transformatif, menyelaraskan antara Ide, perkataan, dan perbuatannya.

Seperti filsuf Yunani, Diogenes, ia bukan hanya pandai komentar tetapi ia lakuni apa yang sesuai dengan konsep dan perkataannya.(***)

No comments

Powered by Blogger.