Gubernur NTB Lalai, Hutan Gundul dan Banjir

MATARAM,KabaroposisiNTB.Com--Timbulnya Surat Keputusan Gubernur NTB tahun lalu 2020 Moratorium Penebangan dan peredaran Hasil Hutan Kayu di NTB menuai kontroversi, masalahnya pada tidak adanya pengecualian dalam poin-poin Surat Keputusan Tersebut. 

Cacatan Kami di Serikat Tani Nasional (STN) NTB sekaligus sebagai Pokja Perhutanan Sosial yang di SKkan Oleh Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI sejak tahun 2017 melalui dirjen PSKL, ada 868 jumlah Desa yang ada di Provinsi NTB yang tinggal di kuku Hutan, yang bergantung Hidupnya di dalam Kawasan hutan sudah puluhan tahun lamanya. Sementara Perusahaan Besar yang membabat Hutan secara legal tidak ditindak secara tegas, Sehingga kebijakan ini menuai kritikan dari para petani yang tinggal di kuku hutan yang sekrang sedang memperjuangkan legalisasi akses lahan didalam pengelelolaan Hutan Produksi. Sementara Perusahaan Besar yang mengantongi Ijin Penguasaan Hutan tidak di tindak tegas, Memfungsikan hutan sesuai kebutuhan ekonomi masyarakat sebenarnya sudah cukup baik, hanya saja pelaksanaan dari petugas Dinas LHK dan KPH di NTB tidak tanggap apa yang menjadi Program Perhutanan Sosial. 

Tandas Irfan Sebagai Ketua STN NTB, Harusnya yang ilegal di Ilegalkan sesuai UU yang Berlaku, dan di bimbing serta ajarkan tata pengelolaan yang baik dan benar agar tidak menyalahkan yang telah terjadi. 

Sementara, proyek pengadaan Bibit jagung di Dinas Pertanian Propinsi NTB miliaran Rupiah cukup besar menguras anggaran Negara. Semakin bertambah dan progres Itupun indikasinya tidak berkualitas, dan kalaupun ada yang berkualitas itu diperjual belikan di kalangan petani. 

Begitu juga dengan Proyek penghijauan di Dinas Lingkungan Hidup sampai hari ini hanya sebatas pembibitan Tanaman Produktif saja yang menghabiskan miliaran anggaran Negara. Tapi tidak terrealisasi dengan maksimal, sehingga Untuk penanaman (penghijauan) tanaman Produktif nya bersifat momentum, kalau tidak bencana banjir dahulu, tidak ada penanaman diprogramkan. Padahal di bibit tanaman itu sudah sangat tinggi nilai ekonomisnya. Misalnya Bibit Alpukat, Nangka, Durian, Kopi, dll. 

Di tengah situasi pandemi Covid 19 ini, sangat mengancam keberlanjutan hidup para petani yang bergantung di hidup dikuku hutan, jika tidak dilegalkan, maka ujungnya akan di kriminalisasi kan. Pemprov NTB harusnya segera memikirkan solusi ini, karna peraturan MenLHK RI tentang Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan sudah dijelaskan tatacara pengelolaan hutan. Begitupun dengan Program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) yang di Kementrian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN RI 

Maka kami memberikan pertanyaan kritik kami, Sudah berapa Kelompok Petani Hutan kah yang diberi akses lahan dengan pengelolaan sesuai Undang-undang yang belaku. ? Sudah berapa Hutan yang rusak akibat kelalaian Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup NTB.? Sudah Berapa Hutankah Yang di hijaukan oleh Dinas LHK NTB, dan Sudah Berapa Hutankah Yang Terbakar akibat Program pengadaan Bibit Jagung Dinas Pertanian NTB.?? 

Hal diatas itulah yang tidak menyelesaikan Konflik Agraria di NTB. Termasuk soal subsidi pertanian (Pupuk, Bibit dan Obat2an). Yang setiap tahunnya terjadi penambahan lahan yang sasaran yang perambahan hutan yang dialih fungsikan untuk bercocok tanam jagung, sehingga kebutuhan pupuk, bibit dan obat2 setiap tahunnya meningkat. Akibat Dokumen Rencana Definitif kebutuhan Kelompok (RDKK) tidak diperbaharui, dan penambahan kouta Pupuk dll, maka hasilnya terjadi penjarahan pupuk dimana-mana. 

Maka jika NTB bicara tentang Industrialisasi, persiapakanlah dulu Hulu baru menuju ke Hilir. Misal Soal Akses Tanah, Akses Modal, Akses Alat Pertanian yang Modern. Bukan semata-mata berencana menyerahkan aset SDA kepada 1% perusahaan Raksasa.(KO.O2)

No comments

Powered by Blogger.