Sebagai Seorang Akademisi Tidak Akan Memuji Bupati yang Gagal Membangun Daerahnya, Masyarakat Bima Butuh Pemimpin Baru


Mataram,KabarOposisi--Syarifudin, M. Pd Alumni Mahasiswa Pascasarjana Universitas Mataram.

Salah satu sikap dasar manusia adalah selalu menginginkan hal-hal yang baru. Sesuatu yang sudah lama terkadang membosankan, sudah kehabisan kreativitas dan tidak menjanjikan hal-hal yang bisa memberi manfaat yang berarti.

Sehububungan dengan pesta demokrasi, tentu saja setiap warga negara mendambakan sosok pemimpin baru yang tegas, kuat serta bijak. Dalam konteks ini, masyarakat Kabupaten Bima butuh pemimpin yang akan membangun daerahnya dengan cara yang baru.

Para pemimpin di setiap daerah diberi wewenang untuk mengelola sumber daya lokal yang dimiliki untuk membuat masyarakatnya menjadi lebih sejahtera. Mereka dipilih serta diberi kepercayaan untuk memimpin rakyat agar lebih sejahtera dan membangun daerah menjadi lebih maju. Di tangan para pemimpin itulah ditentukan bagaimana masa depan rakyat, dan di pundak para pemimpin itu digantungkan harapan-harapan rakyat yang dipimpin.

Dari sekian banyak cerita dan narasi tentang kehebatan Bupati Kabupaten Bima, IDP (Indah Dhamayanti Putri) dan Wakil Bupati Kabupaten Bima, H. Dahlan, M. Noer dan para pembantunya pun bertebaran diproduksi mulai dari Kantor Bupati, Pendompo Bupati dan kantor media yang megah hingga pinggir kaki lima yang dihuni oleh para buzzer politik, entah mereka dibayar entah karena suka rela, entah karena cinta buta atau alasan apapun.

Cerita dan narasi hebat itupun dibangun jauh melampui kehebatan kinerja sang penguasa. Sah saja, karena memang setiap orang berhak mendeskripsikan dirinya sesuka hati dan membangun citra semaunya, namun itu semua  tidak melanggar Undang-undang atau aturan apapun. Meski etika, kejujuran dan kebenaran ditabrak dan dihancurkan.

Ketika sudut pandang penguasa menggambarkan dirinya hebat dan berhasil serta mencapai kesuksesan yang melampaui para pemimpin/Bupati Bima terdahulu, maka saya pun boleh menggambarkan Bupati Bima yang sekarang ini gagal, tidak sukses, dan Bupati Bima yang paling buruk dari seluruh Bupati Bima sebelumnya. Atau dengan Bahasa agak halus, bahwa Bupati Bima saat ini hanya dibesar oleh cerita-cerita hebat dan narasi-narasi fiksi yang dibangun jauh melampui realitas kehidupan masyarakat Bima.

Namun, akhir-akhir ini ada kecenderungan menurunnya kepercayaan masyarakat Kabupaten Bima, kepada Bupatinya. Menurunnya kepercayaan ini dapat menjurus pada krisis kepercayaan masyarakat kepada Bupati Bima dan mempengaruhi gerak pembangunan. Beberapa penyebab menurunnya kepercayaan masyarakat kepada Bupati Bima antara lain disebabkan kondisi kesejahteraan masyarakat yang masih memprihatinkan, pelayanan publik yang belum memenuhi harapan, kasus-kasus penyalahgunaan kekuasaan oleh sebagian pemimpin sampai tindak pidana korupsi, serta tidak kemampuan sebagian pemimpin yang kurang memadai dalam menghadapi situsasi krisis multidimensi  yang melanda masyarakat Kabupaten Bima. Padahal, proses demokratisasi di-era reformasi telah berkembang lebih maju dibandingkan dengan era-era sebelumnya.

Janji dan kontrak politik yang belum direalisasikan oleh Bupati Bima sampai sekarang masih menjadi polemik ditengah kehidupan masyarakat. Saya mengambil satu sampel wilayah  Desa Hidirasa Kecamatan Wera yang pernah menjadi kontrak politik Bupati Bima dan wakil Bupati Bima dengan masyarakat Wera akan memenang 60% pasanagn IDP dan Dahlan pada pilkada tahun 2015, tanda tangan hitam diatas putih dengan materei 6000.

Ada empat poin kontrak politik yang dijanjikan pada masa kampanyenya, jika terpilih menjadi Bupati Bima akan merealisasikan janjinya dan akan mensejahterakan masyarakat Wera. Adapun yang menjadi kontrak politik Bupati bima dan wakil Bupati Bima untuk masayarakat Wera adalah: 1) pembuatan lapangan sepakbola Desa Hidirasa Kecamatan Wera,2) membantu kelompok-kelompok dibidang pertanian dan pertenakan,3) membantu usaha bakulan dan perkiosan,4) diperhatikan khusus guru PNS maupun honorer. Namun faktanya tidak direalisasikan oleh Bupati Bima, belum lagi Kecamatan yang lain, hasilnya nihil dan tidak ada perubahan. Jangan sampai tahun 2020 akan dijawab dengan narasi fiksi dan akan direalisasiakn semua program yang dijanjikannya, sebab tahun 2020 adalah pergantian Bupati Bima.

Aksi demontrasi yang dilakukan oleh masyarakat Wera sampai sekarang, besar kemungkinan Bupati Bima pernah menjajikan pada masyarakat Wera akan mengaspal jalan Wera-Sape tahun 2019. Meskipun aset jalannya adalah provinsi, namun terindikasi pernah memberikan janji politiknya sehingga masyarakat melakukan pemblokiran jalan raya agar jalan lintas Sape-Wera bisa dikerjakan secepat mungkin sesuai dengan janji politik Bupatinya.

Bahkan scenario blusukan, berbaur dengan rakyat dan berpenampilan merakyat sering kali disorot pada sudut kamera yang pas, sehingga citra politik kesederhanaan dan cinta rakyat menjadi sesuatu yang dibanggakan di khalayak ramai. Jadilah Bupati Bima ini penuh dengan aktor-aktor dan aktris-aktris yang bertopeng kekuasaan dan jabatan yang hanya cintanya pada rakyat adalah cinta semusim, iya pas musim pemilu, rakyat di undang makan-makan, diberikan angpau 100 ribuan, bingkisan, pengobatan gratis, menganggap semua rakyat adalah keluarga, janji –janji manis yang menghanyutkan dan lain-lain. Citra positif yang dibangun menjelang pemilu, tapi setelah itu,ya sudahlah, Loe rakyat Gua penguasa, Diam-diam lupa janjinya ketika di tagih oleh rakyatnya.

Mungkin karena terinspirasi dari Citra maka Bupati Bima ini kerap melakukan pencitraan agar tampil menawan di permukaan dan dianggap sebagai pemimpin yang baik dan merakyat, peduli dengan rakyat sehingga lupa akan tugas serta tanggung jawabnya sebagai pemimpin yang harus mensejahterakan rakyat.

Dicitrakanlah bahwa angka kemiskinan semakin menurun, sementara infrastruktur belum memadai disetiap Desa, kelompok masyarakat bertani membutuhkan pembukaan jalan tani, pengaspalan jalan tani, pemasangan bronjol dan pembuatan irigasi pertanian. Namun Bupatinya  sibuk memamerkan makan bersama para pemimpin sejumlah partai.

Dicitrakanlah penampilan sederhana padahal yang sederhana itu wajahnya, bukan pakaian yang digunakannya. Dicitrakanlah pembangunan infrastruktur terjadi dimana-mana, padahal yang dibangun tidak menyentuh ekonomi kerakyatan dan aspek keselamatan infrastruktur masih dipertanyakan. Dicitrakanlah pertumbuhan ekonomi 7 persen, dan ekonomi kita baik-baik saja, ternyata pertumbuhan hanya 5 persen dan ada masalah yang cukup fundamental.

Lantas dari sepenggal sudut pandang diatas, benarkah masyarakat Kabupaten Bima sudah saatnya mengganti pemimpin? Benarkah masyarakat Kabupaten Bima butuh pemimpin baru? Pemilu 2020 sudah didepan mata dan memulai tahapan-tahapannya, tentu penggantian pemimpin yang dimaksud adalah melalui Pemilu dan bukan dijatuhkan ditengah jalan. Namun bila jatuh sendiri, itu hal lain dan bukan perbuatan makar.

Jika jawaban pertanyaan diatas adalah masyarakat Kabupaten Bima belum butuh pemimpin baru, maka sebaiknya Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak perlu melakukan tahapan-tahapan pemilu yang menghabiskan uang trilliunan rupiah. Cukup menyiapkan sebuah surat keputusan memperpanjang jabatan Bupati, murah biayanya dan akan menghemat puluhan trilliun yang bisa digunakan setidaknya membantu dana kesehatan masyarakat.

Namun jika jawabannya adalah masyarakat Kabupaten Bima perlu pemimpin baru, maka pertanyaan selanjutnya adalah Siapa orangnya? Ini jauh lebih menarik dibahas dari pada membahas narasi-narasi hebat dan cerita-cerita fiksi tentang keberhasilan Bupati Bima. Bila melihat opini publik saat ini, incamben kuat, ya kuat karen narasi orang-orang terdekat Bupati Bima yang membangun opini yang tidak relavan dengan kondisi sosial kemasyarakatan Kabupaten Bima.(SyarifudinM.Pd)

1 comment:

  1. Bima dikenal kota serambi medinah dan masyarakatnya dikenal imannya kuat dlm beragama.atas dasar tsbut sbgai muslim yg taat menurut Alquran dan hadist dlm hal pemimpin daerah sebaiknya orang laki laki.klw pemimpin RS kepsek.perusahaan gpp.maaf hanya sebuah pendapat saja

    ReplyDelete

Powered by Blogger.