KEJATUHAN INCUMBENT

@fathur, mahasiswa Pascasarjana UNY

Bima,KABAROPOSISI.Com--Polarisasi dimainkan cukup memeras nalar dan emosi. Kenyataan sosial tidak telepas dari dialektika subjektif dengan objektif. Interprestasi maupun representasi merupakan naluriah yang melekat pada setiap manusia. Namun tidak telepas dari luas pengetahuan, pengalaman, dan dalamnya kesadaran yang telah mengakar.

Parcaturan incumbent dalam mainkan arena tidak terlepas dari kekuasaan telah dimandataris dan dukungan kapital yang telah teakumulasi dari rekam jejak para leluhurnya, menguasai hajad hidup orang banyak dari generasi ke generasi.

Dalam demokrasi akan kita temukan orang-orang yang telah dipilih akan dipertentangkan. Di sana tidak ditemukan antara harapan dengan kenyataan. Visi-misi yang telah dijabarkan dalam Program Kerja tidak terlepas dari nilai fioosofis, yuridis, dan soiologi. Menyatunya nilai itu sehingga munculah kontrak sosial.

Nilai-nilai itu seringkali dilanggar oleh incumbent, bermuculan hastag 'ganti bupati'. Ketidak inginan masyarakat jatuh pada lubang yang sama kedua kalinya.

Hastag itu tercium lama aromanya. Kemudian dilanjutkan ‘Pakaro’. Berjalannya waktu hastag itu kemudian terhapus oleh Korona dan jilatan liur para intelektual yang semakin tumpul menyemai pemerintahan  yang ideal. 

Berbagai arah mata angin menginginkan pemimpin baru untuk menjalankan pemerintahan daerah tingkat II. Momen 2020 adalah pesta demokrasi pemilihan umum Bupati dan Wakil Bupati Bima. Secara konstitusi Bupati saat ini diperbolehkan untuk ikut serta dalam pesta demokrasi, jika terpilih, untuk pemilu selanjutnya tidak diperbolehkan.

Pada setiap calon pemerintahan akan diusung oleh partai politik. Banyak pesimis apabila calon banyak mendapatkan restu parpol untuk maju, biasa kita kenal koalisi parpol untuk menangkan calonnya. Sehingga yang sedikit mendapatkan restu dari parpol akan tersingkirkan, kalah pada pemilu. Belajar dari pemilu wali kota Makassar yang menang merupakan calon yang tidak mempunyai dukungan dari parpol akan disandingkan dengan kotak kosong. Namun apa yang terjadi? Suara untuk kotak kosong lebih banyak. Dan kotak kosong menang. Kemenangan tersebut menjadi pelajaran buat parpol untuk memaknai pesta demokrasi untuk menjaring pemimpin yang kompoten, bukan seberapa besar dari mahar politiknya.

Saat ini banyak calon yang akan berkontestasi, mereka sementara keluar masuk kampung cari dukungan. Antara lain dari pada itu supaya parpol menilai sebesar apa kekuatan mereka dalam mempengaruhi akar rumput guna ada dukungan sebagai partai pendukung kemenangan.

Refleksi masa pemerintahan Bupati periode 2015-2020 dengan visi-misi Ramah jauh dari harapan. Tidak sesuainya harapan dengan kenyataan. Pelanggaran HAM, jalan keluar daerah tidak ada kaitannya kemajuan daerah, banyaknya daerah tidak diperbaiki jalannya seperti jalan menuju Baku, tidak tersalur denga meratanya bantuan bibit bawang merah maupun jagung, setiap panen petani harga melonjat turun, pembacaan pertanggung jawaban tidak sesuai prosedur dalam sidang paripurna seharusnya 2/3 anggota legislatif yang hadir hadir, tidak transparansi dan akuntablitasnya pendanaan, koordinasi pemerintahan mulai dari camat sampai kepala desa tidak teroranisasi dengan baik dengan munculnya berbagai penyimpangan dana desa (kewajiban untuk membuat laporan penggunaan anggaran depan kantor), pembagian dana untuk operasional kemajuan studi pelajar dan mahasiswa tidak disoroti dengan baik, dan sampai saat ini tidak transparan dan akuntabelnya dana 50 miliar penangan kovid-19.

Berbagai macam permasalahan di atas muncul berbagai arah mata angin mahasiwa, pemuda, dan masyarakat tergabung dalam demontrasi. Demontrasi buah dari ketidak mampuan dalam melaksanakan roda-roda struktural--terjadi tukar tambah kepentingan.

Dan lebih maha penting lagi adalah lembaga legislasi yang diketuai oleh anak kandung sendiri. Permaslahan di atas tidak terlepas satu selimut kedua pimpinan lembaga besar, legislatif dan eksekutif. Faktor inilah yang merapuhkan dan menjadi pertimbangan kedepannya oleh masyarakat luas.

Kemudian kesadaran intelektual yang tidak mengutamakan nilai idealitas malah memasang dada untuk memenangkan incumbent pada momen pemilihan kedua kalinya.

Dimanakah nalar liar selama di kampus engkau asah tajam? Apakah karena rupiah atau janji jabatan sehingga mengabaikan kepentingan khalayak? Ataukah dua lembaga tersebut, legislatif dan eksekutif, tidak bakalan bermain lumpur di bawah atap satu rumah untuk mencuci tangan berbagai macam ketimpangan? Bagaimanakah ketajaman pengawasan, legislasi, dan anggaran apabila Ibu dan anak memimpin? Dari berbagai pertanyaan ini suatu keharusan untuk direnungi, refleksi demi kemashalahatan manusia, alam, dan hubungan dengan Tuhan.

Berbagai macam permasalahan di atas dalam kepemimpinannya tidak mampu dijalankan, menandakan kepemimpinan periode ini gagal dalam menjalankan amanah rakyat Kab. Bima. Ini perlu dijadikan rujukan untuk memperbaiki visi-misi dan rekonstruksi administrasi kepemimpinan kedepannya. Melihat dari kondisi ini untuk memilih kedua kalinya merupakan menjatuhkan diri dalam lubang yang sama.

Rekonsiliasi untuk memilih pengganti menjadi tanda tanya kedepannya siapa yang layak menjadi orang nomor satu di Kab. Bima. Tugas parpol dan pemuda atau masyarakat setempat untuk melihat, menilai, dan memilih secara rasional siapa yang akan diamanahkan Periode 2020-2025.

Siapa calon yang punya konstribusi satu antara Ide, perkataan, perbuatan yang hasilnya dinikmati oleh masyarakat? Apa konstribusiku dalam kemajuan daerah? Bagaimana keberlanjutan pendidikan politik di daerah secara kontinyu? Sudah sampai dimana kebermanfaatanku untuk masyarakat di sekitarnya?.(***)

No comments

Powered by Blogger.