IDP Kalah Telak Dalam Pilkada serentak, Ini Pendapat Ashar S Yaman

Wawancara ekslusif dengan Ashar s Yaman Persatuan Alumni GMNI (gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ) NTB 

Kabupaten Bima,KABAROPOSISINTB.Com--Wawancara ini bermula atas ketertarikan media ini pada opini dan tulisan Ashar S Yaman yang selalu dengan yakin mengatakan IDP akan dikalahkan oleh kekuatan rakyat yang marah dalam pemilukada serentak 9 desember 2020 mendatang, wawancara ini T (tanya) dari media dan J (Jawab) dari Ashar s Yaman. 

T : Kenapa setiap opini yang anda tulis selalu mengatakan IDP akan kalah dalam pemilukada ?
J : Banyak indikator sebagai gejala awal saya nyatakan sebagai tesis IDP akan kalah telak dalam pemilukada, salah satunya ketidak percayaan publik terhadap kinerja IDP selama memegang mandat rakyat sejak 17  pebruari 2015! 
T : Apakah Hanya ketidak percayaan Publik? 

J : Tidak hanya itu, banyak soal sebagai kerangka pengetahuan publik (frame of reference) ketidak percayaan publik itu berawal dari janji IDP yang tertuang dalam kontrak politik pemilukada sebelumnya, banyak tuntutan publik kepada IDP agar memenuhi janji politik di 191 desa kabupaten Bima yang ia tuangkan dalam nota kontrak bermaterai 6000, kemudian soal kapasitas ia dalam menjalankan roda pemerintah daerah, ketidak mampuan Pemerintahan IDP mengatasi pengangguran, kemiskinan, Index Prestasi pembangunan manusia ambruk, kerasan komunal, tidak mampu memberi rasa aman, rakyat hidup dalam ketidak bahagiaan.

T : Apakah rakyat bahagia itu juga tanggung jawab IDP?
J : Salah satu tujuan dan fungsi kepemimpinan itu memastikan rakyat hidup sejahtera, makmur dan bahagia, maka gagallah sebuah pemerintahan dan kepemimpinan politik jika kemakmuran rakyat tidak terjadi, korelasi antara kemakmuran,kemiskinan dan pengangguran itu pastilah kriminalitas, konflik komunal terjadi karena tingginya angka pengangguran, itu tugas pokok dari IDP sebagai bupati hasil pemilukada 2015, menaikan angka kesejahteraan dan kemakmuran, menjamin rasa aman dan kebahagiaan bagi seluruh rakyatnya.

T : Apakah jika rakyat tidak sejahtera dan tidak bahagia kemudian anda menyimpulkan IDP akan kalah dalam pemilukada?

J : Tidak hanya itu ada soal yang lebih substansi,itu hanya beberapa indikator, ketidak percayaan publik, gagal menaikan angka kesejateraan dan mengurangi pengangguran dan turunan dari pada dua hal itu, tetapi lebih pada soal psikologi sosial, kebudayaan sebagai dasar pembentuk opini, persepsi dan pengetahuan politik rakyat, pengalaman empiric rakyat sebagai objek sekaligus subjek politik kekuasaan, contoh dalam sejarah pemilukada Bima, kemenangan paslon bisa ditebak jauh hari sebelum pemilukada dilaksanakan, rakyat berbondong-bondong menyambut kehadiran pemimpin dilorong-lorong, dijalan raya, secara sadar menyiapkan logistik, fenomena politik seperti ini bisa kita lihat pada saat pemilukada 2005 sambutan rakyat terhadap Fery Zulkarnaen, pada saat itu ia hadir sebagai new comer (penantang petahana) H.Zainul Arifin atau yang kita kenal sebagai Abuya, politik kebudayaan di Bima tidak bisa kita pisahkan dengan tradisi euforia massa rakyat, apakah itu buruk? Tidak itu menandakan harapan rakyat masih ada pada perubahan dan perbaikan daerah yang akan mereka titip pada pemimpin yang mereka beri mandat  dalam pemilukada, euforia rakyat itu menandakan budaya ngguyub dan komunal masyarakat Bima yang melakukan segala sesuatu secara gotong royong, termasuk dalam suksesi kepala daerah.

T : Jadi menurut anda, IDP akan dikalahkan oleh kekuatan rakyat sendiri?

J : Dinegara manapun yang menganut paham demokrasi, suksesi dalam hal ini pemilukada adalah cara rakyat menghukum pemimpin, bahasa legalnya cara rakyat mencabut mandat secara legal, atas penilain publik terhadap kinerja IDP selama memegang mandat rakyat jika dinilai baik dan berhasil maka IDP tidak perlu ngoyo dalam politik pemenangan dirinya, kasarnya tidak perlu “mengemis” belas kasihan rakyat agar kembali terpilih, demokrasi spiritnya adalah memberi dan mencabut mandate dalam pemilukada. Jika kita merujuk didunia luar misalnya, dalam negeri didaerah yang sudah maju, rakyat menilai pemimpin layak atau tidak diberi mandat  kembali itu berbasis kinerja, ada rasionalitas yang terukur, dibima mungkin masih ada emosi dalam memberi dukungan politik, perasaan iba atau belas kasihan didaerah lain jika kepala daerah tidak berkinerja baik maka akan diberi sanksi politik oleh rakyatnya dengan tidak dipilih kembali.Sejarah Eropa dan Asia dalam melakukan perubahan juga  dengan tenaga dan kekuatan rakyat, itu menunjukan rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang menentukan hidup dan matinya klan bahkan dinasti sekalipun.

T: Anda begitu yakin, jika IDP akan kalah, padahal Patron klan IDP ini sudah berkuasa atau memimpin daerah 14 tahun lamanya, menguasai banyak sumber daya politik dan ekonomi yang terakumulasi sejak Fery Z menjadi bupati Bima 2005-2013?

J : Itu baru 14 tahun, banyak kekuasaan bahkan dinasti yang berusia 50 tahun, satu abad bahkan lebih dari itu hancur karena rakyat tidak berkehendak melanjutkan kekuasaan dinasti lama, contohnya Orde baru yang berkuasa selama 32 tahun, siapa yang tumbangkan Soeharto pada saat reformasi tahun 1998? Ia ditumbangkan oleh tenaga rakyat yang tersususn dalam kekuatan Revormasi, jika bicara penguasaan sumber daya politik dan ekonomi  Soeharto itu tidak ada tandingannya di asia, runtuh kekuasaan yang ia bangun dengan kroni-kroninya selama 32 tahun, apalagi dengan dinasti kecil seperti Bima, logisnya kan begitu! 

T : Anda Menulis IDP kalah, IDP kalah, IDP kalah, sepertinya anda begitu yakin, bisa tunjukan datanya kesaya?

J : Keyakinan itu tidak melulu bersumber data, jikapun ada datanya tidak mungkin saya berikan kepada anda, keyakinan dalam ekspektasi atau ramalan itu selalu bersifat kualitatif, saya petakan dalam pikiran saya, kemudian saya tuangkan pikiran-pikiran itu kedalam tulisan, pertama secara genetik atau asal usul IDP bukanlah orang Bima asli, ia lahir dan menghabiskan masa remaja di Dompu, keputusan politik itu selalu bersumber dari Ide, ego dan super ego, alam bawah sadar massa rakyatlah yang bekerja, memutuskan memilih siapa dalam pemilukada, ide nya selalu bicara ada grak progresif atau gerak maju dari setiap suksesi kepemimpinan, ego nya ada keperpihakan wilayah dalam hal rakyat menentukan pilihan politik, contoh terdekat pada saat pemilukada gubernur NTB 2018 peserta salah  satunya Mori Hanafi, bagaimana kesadaran kolektif massa berdasarkan kewilayahan terbentuk, menang atau kalah pilih orang sendiri (Ngolu atau Koa Caki Dou Ndai) begitu juga di Sumbawa, kesadaran ruang dan wilayah mengantarkan DR.Zul sebagai putera asli Sumbawa  menjadi gubernur NTB. Kedua soal isu-isu sensitive yang menimpa keluarga istana,moralitas negatif itu menabrak nilai keyakinan dasar masyarakat Bima yang 99,8% muslim, apalagi isu itu menyeruak menjelang pemilukada, mungkin sebagian orang akan menilai politis, tapi begitulah cara tuhan menunjukan gejala kekalahan keluarga istana dalam pemilukada. Ketiga soal dinasti politik dan feodalisme, dalam demokrasi dua isu ini sangat sensitive, memang IDP dan Puteranya lahir dari satu proses politik  yang disiapkan demokrasi, karena menyangkut etika dan norma bagaimana demokrasi dijalankan, termasuk didalamnya soal distribusi kekuasaan , distribusi tempat dalam lebaga tinggi Negara sebagai asal dari kebijakan dan keberpihakan kepada rakyat. Keempat melonjaknya angka kelas terdidik baru dalam terminology midlle class (kelas menengah) dalam masyarakat. Kelas menengah adalah masarakat rasional, masyarakat politik yang menolak feodalisme dan dinasti politik secara argumentasi teoritis, kenapa mereka condong menolak dinasti dan feodalisme dalam poltik, selain alasan teoritis itu juga berkaitan dengan kesempatan dirinya dimasa akan datang dalam soal distribusi dan rekrutmen politik dan kepemimpinan termasuk didalamnya ada soal distribusi sumber daya. Kelima naiknya pengguna media sosial, FB, tweeter, IG, Youtube, Whatshapp, Wikipedia, google, yahoo, mereka ini adalah masyarakat kritis, yang akan memberi sanksi juga pujian kepada kepemimpinan IDP bahkan akan menghukum kekuasaan politik jika dalam pandangan mereka pemimpin daerah tidak mampu menyelesaikan soal- soal dasar dalam kepemimpinan dan birokrasi, mereka ini masarakat milenial yang cenderung anti kemapanan, anti feodalisme dan anti dinasti politik.

T : Jadi menurut anda kelima hal itu yang akan kalahkan IDP dalam pemilukada ?

J : Ia secara kualitatif, karena berkaitan dengan psikologi dasar manusia, soal kuantitaf sudah saya sebutkan dalam banyak pertemua, IDP gagal, menaikan angka kesejahteraan, gagal menurunkan angka kemiskinan, gagal memberi jaminan keamanan dan kenyamanan bagi rakyat yang ia pimpin, konflik komunal dimana-mana, jambret dimana-mana, kekerasan dalam rumah tangga 9KDRT) melonjak, tingginya angka perceraian, human trafficking , Indek pembangunan manusia terburuk se NTB , maka pemilukada serentak 9 desember 2020 adalah mahkamah rakyat untuk memberi mandat kembali atau memberi sanski dengan tidak memilih IDP kembali.

T : Baik terima kasih pak Ashar S yaman atas waktu dan wawancaranya

J : sama-sama !(****)

No comments

Powered by Blogger.