MOMEN HARI PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN BAGI PEREMPUAN YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DI PENGADILAN

Oleh : Firdaus, S.H.,

Jakarta,KabaroposisiNTB.Com-Tulisan ini merupakan refreksi terhadap peringatan hari perempuan seduania (international women’s day) serta hari perempuan nasional yang dirayakan setiap tanggal 8 dan 9 maret oleh para aktifis-aktifis perempuan, organisasi pemerintah seperti komnas perempuan serta organisasi-organisasi kemasyarakat yang merasa prihatin terhadap perempuan.

Jika melihat data yang dirilis oleh Tempo.Co (baca:) tahun 2020 terdapat 299.911 kasu kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2020 dan 291.677kasus ditangani oleh pengadilan serta 8.234 kasus ditangani oleh Mitra Komnas Perempuan dan 2.389 kasus ditangani oleh Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) Komnas Perempuan (Read : juga Catatan tahun 2020 Komnas Perempuan).

Berdasarkan data tersebut ternyata penyelesaian terhadap kekerasan bagi perempuan, pengadilan mendominasi proses penyelesaian bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum dimana perempuan berkedudukan sebagai saksi, sebagai korban atau sebagai pihak (Vide: Pasal 1 Perma No. 3 Tahun 2017), namun yang menjadi poin penting pada tulisan ini adalah perempaun yang berhadapan dengan hukum yakni sebagai saksi atau korban.

Perempuan yang berhadapan dengan hukum sebagai saksi berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (1) UU No. 31 Tahun 2014 adalah  “Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu tindak pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri” sementara perempuan sebagai korban menurut Undang-Undang yang sama Pasal 1 Ayat (3) adalah “orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana”.

Terhadap perempuan yang berhadapan dengan hukum sebagai saksi dan korban berdasarkan ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU No. 31 Tahun 2014 berhak atas perlindungan diri dan keluarga, ikut serta memilik bentuk perlindungan dan dukungan keamanan, member keterangan tanpa paksa, mendapat penerjemah, bebas dari pertanyaan yang menjerat, mendapat informasi mengenai perkembangan kasus, mendapat informasi mengenai putusan pengadilan, mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan, dirahasiakan identitasnya, mendapat identitas baru, mendapat tempat kediaman sementara, mendapat tempat kediaman baru, memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan, mendapat nasihat hukum, memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu Perlindungan berakhir, serta mendapat pendampingan.

Kemudian khusus bagi perempuan sebagai korban, juga berhak atas ganti kerugian atas kekayaan atau penghasilan, ganti kerugian yang timbul akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana, dan penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis (Vide: Pasal 7 A Ayat (1) UU No. 31 Tahun 2014, selanjutnya perlindungan terhadap perempuan sebagai saksi atau korban dilakukan sejak tahap penyidikan dimulai sampai selesai menurut undang-undang dengan meminta kepada LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) atas permintaan tertulis dari yang bersangkutan ataupun orang yang mewakilinya. 

Selanjutnya pada tahap  pemeriksaan perkara di pengadilan hakim disarankan oleh Perma No. 31 Tahun 2014 agar mengedepankan kesetaraan gender dan sikap non-diskriminasi dengan mengidentifikasi fakta persidangan antara lain dampak psikis dan keadaan fisik korban, relasi kekuasaan sehingga saksi atau korban tidak berdaya serta riwayat kekerasan terhadap korban atau saksi. Kemudian hal lain yang harus diperhatikan oleh hakim adalah selama persidangan agar hakim mencegah atau menegur pihak-pihak seperti jaksa atau kuasa hukum yang membuat pernyataan sehingga merendahkan, menyalahkan, mengintimidasi, atau menggunakan pengalaman atau latar belakang seksualitas perempuan yang berhadapan dengan hukum.

Untuk mengahiri tulisan ini terdapat beberapa putusan yang dapat dilihat dengan mencerminkan keadilan bagi perempuan baik sebagai saksi maupun korban antara lain Putusan No. 179/SIP/1961, Putusan Nomor 86 K/AG/1994, Putusan No. 410/PID.B/2014/PN.BGL, Putusan No. 1143/Pdt.G/2012/PA.JB, Putusan No. 266 K/AG/2010, Putusan No. Putusan Nomor 137 K/AG/2007 Jo. Putusan No. 112/PDT.G/2006/PTA.BDG Jo. Putusan No. 688/PDT.G/2005/PA.BKS, Putusan No. 583/PDT.G/2011/PN.JKT.SEL. 

Putusan-putusan tersebut berdasar pada :

Pasal 20, Pasal 21 dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of All Forms of Discrimination Against Women);

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture And Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment);

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR);

instrumen HAM Internasional yaitu International Convention on the Elamination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD), Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (CAT), Convention on the Rights of the Child (CRC), International Convention on the Rights of All Migrant Workers and Members of their Families (ICRMW), Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD);

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia;

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum;

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban;(RED,KO.O1)

No comments

Powered by Blogger.