Siswa Diliburkan dan PKL Menjerit! Para Tuan Berfoto Melanggar Prokes, Perda Nomor 7 Tahun 2020 Dibuat untuk Siapa?

Mataram,KabaroposisiNTB.Com--Sungguh sial nasib dunia pendidikan dan Pedagang kaki lima selama wabah virus corona ini, siswa-siswi harus meninggalkan bangku sekolah dan pedagang kaki lima harus tutup, bahkan banyak yang gulung tikar karena tak ada pembeli. Demikian disampaikan Adi Alfaisal,SH pria asal Kecematan Lambu,menetap di kota mataram ini.

Ia menyampaikan, saat ini siswa-siswi harus beradaptasi dengan hal-hal yang baru, yang dimana mereka harus belajar secara online, itupun hanya sebagian kecil yang bisa merasakan belajar secara online karena ketidakmampuannya untuk mendapatkan handphone Android," ucapnya. 

Hal lain lagi, banyak sekali siswa-siswi yang tidak lagi belajar, bahkan ada yang lebih memilih membantu orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Hal itu dilakukan karena akses belajar online sulit diakses oleh mereka karena masalah ekonomi," jelas Alfaisal berprofesi sebagai  wartawan.

"Belum lagi di bagian Desa-Desa terpencil yang belum dijangkau oleh jaringan internet, mereka hanya bisa berharap supaya wabah virus corona cepat berlalu, agar bisa sekolah dan belajar lagi seperti biasanya. Virus corona membuat dunia pendidikan babak belur alias hancur tak tertolongkan lagi," tambahnya.

Disisi lain, Sejak wabah virus corona pedagang kaki lima (PKL) harus lapang dadah menerima kenyataan karena dagangannya sepi pengunjung, bahkan banyak gulung tikar. Apalagi sejak diberlakukan jam malam yang kerap kali membuat mereka resah, karena baru buka jualannya lalu beberapa jam kemudian harus tutup akibat peraturan covid-19," tuturnya.

"Pedagang kaki lima menjerit, apalagi pedagang kaki lima yang jualan memanfaatkan trotoar yang hanya bisa buka dari jam 6 sore lalu tutup jam 10 malam keatas yang kadang kala baru laku jualannya hanya satu porsi dua porsi lalu tutup karena prokes covid-19. Dan ada juga yang harus buka paksa lewat jam 11, tapi dengan cara mematikan lampu. Hal itu dilakukan semata-mata untuk keberlanjutan hidup mereka," menyedihkan nasib masyarakat bawah sedih Alfaisal.

Kejadian yang dialami masyarakat bawah ini berbanding terbalik dengan orang orang besar. Sedangkan diluar sana para tuan (tuan Gubernur) pembuat peraturan "Perda Nomor 7 Tahun 2020, Tentang penanganan dan pencegahan Covid-19" dengan gagah berfoto riang gembira dengan tidak menggunakan masker, jaga jarak alias melanggar protokol kesehatan Covid-19 di beberapa tempat seperti di KLU, Sumbawa dan pantai Mapak Kota Mataram yang terjadi beberapa waktu lalu. Masih banyak lagi kejadian serupa yang dilakukan para tuan Gubernur," cetusnya.

"Kalau kita bandingkan, jika rakyatnya yang melanggar prokes makan akan diberikan sanksi seperti pus up, bayar denda. Dan yang lebih kejam lagi para tuan Gubernur tidak memikirkan bagaimana perjuangan siswa-siswi, Guru, polisi, dan relawan-relawan Covid-19 yang siap siaga memutus mata rantai covid-19 dengan cara meliburkan sekolah, berlaku jam malam. Ini bencana yang menimpa kita semua, seharusnya tuan Gubernur memberikan contoh dan menjadi garda terdepan untuk memutuskan mata rantai covid-19, bukan malah berfoto melanggar prokes dan menimbulkan kerumunan seperti itu," kata Alfaisal.

Akhir dari sebuah kejadian diatas kita sudah seharusnya menanyakan Perda Nomor 7 Tahun 2020 itu dibuat untuk siapa?, apakah sengaja dibuat hanya untuk menjadi hantu untuk rakyat mu sendiri, namun tidak berlaku untuk tuan Gubernur. Apakah tuan Gubernur tidak sadar rakyat kemana-mana harus pakai masker, jaga jarak dan cuci tangan, sedangkan tuan Gubernur dengan enak dan gembira upload foto melanggar prokes di media sosial. Tuan Gubernur tanpa sadar menyakiti rakyat mu sendiri dengan cara mu itu.(KO.O3)

No comments

Powered by Blogger.