Kasus Sewa Alat Berat Dinas PUPR NTB, Ini Penjelasan Ali Fikri
MATARAM, KabaroposisiNTB. COM_ Kasus Sewa alat berat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang hasil sewanya tidak masuk ke anggaran pendapatan asli daerah (PAD), saat ini kembali mencuat.
Kasus tersebut terjadi pada 2021 yang lalu dan terjadi pada era Kepala Balai Pemeliharaan Jalan Pulau Lombok dijabat oleh H. Ali Fikri.
Namun, terungkap fakta menarik di balik kasus sewa alat berat tersebut. Mantan Kepala Balai Pemeliharaan Jalan Pulau Lombok, H. Ali Fikri mengungkapkan fakta yang sebenarnya.
Saat ditemui di Mataram beberapa waktu yang lalu, H. Ali Fikri menjelaskan secara detail proses sewa alat berat milik PUPR tersebut.
Ia mengatakan bahwa Exavator tersebut berusia 10 tahun dengan kondisinya rusak dan sejak tahun 2017 hingga 2021 tidak pernah ada anggaran perbaikan. Sementara beban PAD Balai Pemeliharaan Jalan tetap ditargetkan untuk terpenuhi.
Sehingga atas dasar itulah Kepala Balai H Ali Fikri berinisiasi dengan pihak ketiga CV Sinar Harapan Sukses untuk kerjasama memperbaiki alat dimaksud. Kerjasama tersebut dalam jangka waktu 2 bulan saja.
Sehingga dari perbaiki alat tersebut timbul dana perbaikan dan harga suku cadang sebesar Rp143 juta.
Perbaikan alat exavator ini dengan harapan alat yang rusak menjadi baik dan dari hasil sewanya nanti juga akan mendatangkan PAD.
Namun dalam perjalanannya, belum genap satu bulan setelah perjanjian kerjasama tersebut dibuat, H. Ali Fikri pindah tugas pada 1 Oktober 2021. Sehingga pengelolaan peralatan Exavator tersebut pindah kepada Kepala Balai yang baru yakni Ir. Muhammad Abduh.
"Saat itu baru beberapa hari kerjasama itu kita buat, saya keburu dipindah dan pengelolaan menjadi tanggung jawab
Kepala Balai yang baru. Jadi saat jabatan saya, dana sewa itu belum disetor karena masa kontraknya belum berakhir satu bulan," ujar Ali Fikri.
Ali Fikri juga mengaku, bahwa dirinya sama sekali tidak tau menau kelanjutan sewa alat tersebut setelah ia dipindah. Karena tanggung jawab pengelolaan nya berpindah ke Kepala Balai yang baru.
Dalam masa jabatan Ir. Muhammad Abduh, meminta CV Sinar Harapan Sukses untuk mengembalikan alat yang dimaksud, namun dengan tegas pihak perusahaan tidak menuruti permintaan tersebut.
Sebab peralatan masih dalam masa kontrak, dan perusahaan sudah mengeluarkan dana perbaikan sebesar Rp143 juta.
Hingga sekarang inilah benang merah pengelolaan alat exavator PUPR saat ini belum kembali.
Terpisah, Kepala Balai Pemeliharaan Jalan Pulau Lombok Dinas PUPR NTB, Kusnadi, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (8/7/2024) mengatakan, bahwa informasi terkait sewa alat berat tersebut didapat dari kepala Balai sebelumnya yakni Darmansyah. Bahkan sudah beberapa kali semua pihak terkait penyewaan alat berat tersebut dimediasi di Dinas PUPR NTB, namun tidak menemukan titik terang.
Bahkan Kusnadi tidak mengetahui secara detail perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Kepala Balai H. Ali Fikri pada saat itu hingga pihak penyewa mengeluarkan dana Rp143 juta untuk perbaiki alat yang rusak tersebut.
"Kalau saya melihat dari sisi saya ada atau tidaknya korupsi atau penggelapan alat berat ini, yang saya titik beratkan bahwa alat milik negara tersebut hingga hari ini belum kembali dan kontribusi hasil sewa tersebut juga tidak masuk ke PAD," ujar Kusnadi.
Hingga masalah ini dilaporkan ke pihak Aparat Penegak Hukum (APH).
Kusnadi mengatakan pada saat diwawancarai melalui telepon, jumlah kerugian negara yang dipublikasikan di media sejumlah Rp1,5 miliar tersebut adalah kerugian negara dari sewa alat berat.
Namun pada saat diwawancarai secara tatap muka keterangan tersebut berbeda, Kusnadi mengatakan bahwa Rp1,5 miliar tersebut adalah harga sejumlah alat berat yakni exavator, dump truk dan molen pengaduk beton.
Namun Ali Fikri keberatan dengan statemen Kusnadi. Menurut H. Ali Fikri Rp1,5 itu adalah hanya estimasi kerugian negara yang dihitung dari harga alat berat second ditambah jumlah sewa dari tahun 2021 sampai dengan tahun 2024.
Kusnadi kemudian mengatakan, pasca diungkap kembali kasus tersebut, ia juga langsung bersurat ke Inspektorat untuk meminta pendampingan. Hal itu dilakukan agar tidak terkesan Balai Pemeliharaan Jalan saat ini melakukan pembiaran kasus tersebut.
Kusnadi juga mengaku, bahwa Balai Pemeliharaan Jalan bertanggungjawab untuk pemeliharaan alat berat namun pemda tidak menganggarkan secara khusus dana untuk perbaikan alat berat tersebut.(RED)
No comments